Monday, August 04, 2008

A cat story

The middle earth

When I still didn’t know how to write, what to write, I wrote to you. Reality had long been a boogeyman so it did not really matter whom I wrote to. Me, keeping your friendship was absurd and real. Without you? Perhaps life would have been just a little less.

Awalnya…

Your sadness was a sticky substance in my hands, very inconsiderate. My lungs couldn’t do much but to respond to and falsely justify.

Akhirnya…

Aku bercerita tentang aku yang mengerti. Kepastian dalam hidup hanya ada di balik tirai-tirai ketidakpastian yang pastinya harus tersibak agar kita lewat. Jalan terus, seberapapun lambat dan cepatnya. Aku mengerti bahwa life, hidup, urip, leben… adalah kebosanan yang akan digugah oleh tragedi dan serpih-serpih bahagia yang sementara. Kebosanan yang tak terusik oleh senyum manis di bibir dan segala kegamangan akan harapan. I am freakin’ bored. Which also means that I’m boring.

dan...

Once I told myself: Roo, you are one piece that’s never boring, and will never be. Because you never got into my routine. Kita yang mereka sebut platonik. Kau satu-satunya romantisme yang masih ingin kupeluk. Karena aku sudah lelah dengan semua cerita bahagia dan kata-kata indah tentang mimpi-mimpi. Kata-kata yang tak hendak membawa manusia melewati batas akhir khayal. Nonetheless, your one-time-ness was due. You grew ancient in years. Kita, yang mereka sebut tai kucing.

Masih akhirnya (kah?)

There's sunshine, the yellow cat says, indoors.